Wednesday, 17th December 2025
by Admin

Ketika melihat anak kecil dengan berat badan di atas rata-rata, Imuners pasti lihat itu sebagai sesuatu yang lucu dan menarik. Padahal, obesitas pada anak juga punya resiko kesehatan tersendiri.
Obesitas punya resiko kesehatan yang nggak bisa dianggap remeh baik untuk orang dewasa maupun untuk anak-anak.
Resiko penyakit seperti diabetes tipe 2, kolesterol tinggi, dan gangguan metabolik lainnya lebih besar pada anak dengan berat badan berlebih ketimbang anak dengan berat badan ideal.
Apa saja sebenarnya bahaya obesitas pada anak? Apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya? Berikut pembahasan selengkapnya.
Di era modern yang serba cepat ini, obesitas pada anak semakin sering ditemui di Indonesia.
Dulu, masalah gizi yang banyak dibahas di Indonesia adalah kekurangan gizi karena kondisi kesejahteraan masyarakat yang tidak merata.
Sekarang, Indonesia menghadapi dua masalah gizi sekaligus yaitu masih banyak anak kekurangan gizi, tapi jumlah anak yang kelebihan berat badan justru terus meningkat.
Kondisi ini bukan sekedar soal angka di timbangan, tetapi berkaitan erat dengan kesehatan jangka panjang anak dan beban ekonomi yang harus ditanggung keluarga maupun negara.
Data nasional menunjukkan bahwa sekitar 8% anak di bawah lima tahun dan hampir 20% anak usia sekolah dasar sudah masuk kategori overweight atau obesitas.
Angka ini termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara pada kelompok usia dini. Tren kenaikannya juga lebih cepat dibanding tren kenaikan rata-rata global.
Artinya, masalah obesitas anak kini menjadi ancaman kesehatan yang tidak bisa lagi dipandang sebelah mata di Indonesia.
Obesitas terjadi saat tubuh menerima lebih banyak asupan makanan dibanding jumlah yang sebenarnya dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari.
Akan tetapi penyebab obesitas sebenarnya tidak sesederhana “terlalu banyak makan”. Ada banyak faktor yang saling mempengaruhi.
Pertama, pola konsumsi anak sangat mempengaruhi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh setiap hari.
Anak yang rutin mengkonsumsi makanan cepat saji, camilan tinggi gula dan garam, serta minuman manis memiliki resiko obesitas yang lebih tinggi.
Kedua, gaya hidup anak sekarang jauh lebih pasif dibanding generasi sebelumnya.
Waktu bermain di luar rumah digantikan dengan bermain ponsel, tablet, atau menonton televisi. Aktivitas fisik berkurang drastis, sementara asupan kalori naik.
Ketiga, beberapa anak memiliki kecenderungan genetik untuk menambah berat badan lebih cepat.
Tekanan sosial dan emosional juga bisa berperan pada obesitas. Beberapa anak mencari pelarian dari stres atau rasa tidak nyaman dengan makan berlebihan.
Obesitas bukan sekadar soal ukuran tubuh atau berat badan. Banyak bahaya yang bisa kesehatan yang bisa muncul sejak anak-anak, lalu berlanjut hingga dewasa.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak dengan obesitas lebih beresiko mengalami masalah kesehatan seperti berikut.
Anak dengan berat badan berlebih lebih cenderung memiliki kadar gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, dan angka kolesterol yang tidak normal. Kombinasi ini dikenal sebagai sindrom metabolik.
Pada remaja Indonesia, kasus sindrom metabolik cukup tinggi dan bisa menjadi awal dari diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Lemak berlebih memicu peradangan yang bisa memengaruhi banyak organ.
Anak dengan berat badan berlebih beresiko mengalami penyakit hati berlemak, gangguan hormon, masalah ginjal, hingga kerusakan dinding pembuluh darah yang mempercepat proses pengerasan arteri.
Gangguan pernapasan seperti obstructive sleep apnea, kondisi di mana pernapasan berhenti sementara saat tidur, lebih sering terjadi pada anak dengan obesitas.
Kondisi ini membuat tidur menjadi tidak berkualitas dan mempengaruhi konsentrasi serta pertumbuhan.
Berat badan berlebih memberi tekanan besar pada tulang dan lutut anak. Akibatnya, anak dengan obesitas lebih mudah mengalami cedera, nyeri sendi, atau kelainan bentuk kaki.
Ini salah satu dampak yang paling sering muncul tetapi jarang dibicarakan. Anak dengan obesitas lebih rentan diejek dan dibully.
Mereka mungkin merasa rendah diri, menarik diri dari pergaulan, dan memiliki risiko depresi lebih tinggi.
Banyak anak juga menghindari olahraga karena takut diejek, dan kondisi ini bisa memperparah masalah berat badan.
Tanpa penanganan yang benar, resiko-resiko ini bisa berkembang menjadi penyakit serius saat dewasa.
Sekitar 70% remaja obesitas cenderung tetap obesitas sampai dewasa. Artinya, gangguan kesehatan bisa muncul lebih awal daripada yang seharusnya.
Pencegahan obesitas bisa dilakukan dengan cara-cara yang sederhana dan mulai dari mengubah kebiasaan kecil di rumah.
Berikut langkah-langkah sederhana yang terbukti membantu mengurangi resiko obesitas pada anak.
Sajikan makanan beragam dengan lebih banyak buah, sayur, protein sehat, dan biji-bijian utuh untuk anak.
Batasi asupan makanan cepat saji dan minuman manis. Anak tidak perlu diet ketat, tetapi butuh pola makan yang teratur dan seimbang.
Atur jadwal makan tiga kali sehari dengan dua camilan sehat. Hindari kebiasaan makan sambil menonton TV atau bermain gawai karena bisa membuat anak makan tanpa kontrol.
CDC menyarankan anak usia sekolah aktif secara fisik minimal 60 menit sehari.
Aktivitasnya tidak harus olahraga berat. Bermain di luar rumah, naik sepeda, atau sekadar berjalan kaki bersama keluarga bisa dihitung sebagai aktifitas fisik.
Waktu bermain gadget sebaiknya tidak lebih dari dua jam sehari di luar kebutuhan sekolah. Matikan perangkat elektronik saat makan dan sebelum tidur.
Tidur cukup membantu mengatur hormon yang mengontrol rasa lapar dan kenyang. Anak yang kurang tidur cenderung lebih mudah mengalami kenaikan berat badan.
Jika anak sudah mengalami obesitas, langkah pertama yang disarankan untuk dilakukan adalah konsultasi ke dokter.
Dokter akan menilai berat badan anak berdasarkan usia dan tinggi, lalu melihat pola makan, aktivitas, dan kebiasaan sehari-hari.
Selain konsultasi dengan dokter, keluarga juga bisa mulai menerapkan pola hidup sehat untuk membantu anak dalam menurunkan berat badan.
Pastikan anak selalu makan makanan bergizi dan batasi asupan gula dan makanan tinggi garam setiap harinya.
Orangtua juga bisa mengajak anak untuk lebih sering melakukan aktifitas fisik untuk membakar kalori yang masuk ke dalam tubuh.
Obesitas pada anak bukan sekadar masalah penampilan, tapi masalah kesehatan jangka panjang yang bisa mempengaruhi kualitas hidup mereka hingga dewasa nanti.
Kabar baiknya, sebagian besar kasus obesitas bisa dicegah. Kuncinya ada pada pola makan keluarga, kegiatan fisik, waktu tidur, dan lingkungan yang mendukung kebiasaan sehat.
Dengan dukungan yang tepat dari keluarga kita bisa memastikan anak-anak untuk tumbuh sehat dan memiliki masa depan yang lebih baik.
Sumber