Monday, 3rd November 2025
by Admin

Meningitis mungkin bukan penyakit yang tiap hari kita bahas, tapi bukan berarti penyakit ini nggak berbahaya loh Imuners.
Potensi bahaya dari meningitis nggak bisa diremehkan apalagi masih banyak mitos seputar meningitis yang ngasih persepsi keliru dan cenderung membahayakan seputar penyakit ini.
Supaya bisa menepis berbagai mitos yang menyesatkan terkait meningitis kita perlu tahu karakteristik dari meningtis juga fakta-fakta dibaliknya. Yuk, simak pembahasan selengkapnya berikut ini!
Sebelum membahas lebih lanjut soal mitos seputar meningitis, kita perlu tahu dulu seperti apa sebenarnya meningitis ini.
Meningitis adalah peradangan pada selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang yang disebut meninges.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, atau bahkan akibat kondisi non-infeksi seperti cedera atau reaksi obat.
Beberapa jenis penyakit ini dapat berkembang sangat cepat dan berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
Gejala awal dari meningitis mirip dengan flu seperti demam tinggi, sakit kepala, dan leher terasa kaku, sehingga sering terlambat dikenali.
Minimnya pemahaman masyarakat dan kurangnya edukasi yang memadai membuat meningitis dikelilingi oleh banyak mitos yang menyesatkan.
Akibatnya, banyak orang yang menyepelekan gejala awal meningitis, merasa ragu untuk imunisasi, bahkan salah mengira kalau penyakit ini hanya menyerang kelompok tertentu saja.
Berikut ini beberapa mitos seputar meningitis yang banyak dipercaya di Masyarakat dan berpotensi menimbulkan bahaya jika dipercaya.
Mitos seputar meningitis lain yang tidak kalah berbahaya adalah keyakinan bahwa meningitis selalu ditandai dengan munculnya ruam di kulit.
Banyak yang percaya, kalau tidak ada ruam merah keunguan, berarti itu bukan meningitis.
Ruam memang bisa muncul pada beberapa kasus meningitis bakteri, terutama yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis, tapi ruam bukanlah gejala yang pasti ada di semua infeksi meningitis.
Pada beberapa kasus, ruam muncul justru ketika infeksi sudah parah dan waktu untuk bertindak sudah sangat sempit.
Jika hanya mengandalkan keberadaan ruam sebagai penanda gejala meningitis, kemungkinan besar kita sudah kehilangan momen penting untuk menyelamatkan nyawa penderita.
Hal lain yang sering membuat orang ragu untuk melakukan imunisasi adalah mitos bahwa imunisasi bisa menyebabkan meningitis itu sendiri.
Hal ini adalah salah satu salah paham paling merugikan dan masih dipercaya hingga saat ini.
Padahal, vaksin yang digunakan untuk imunisasi dibuat dari bagian bakteri atau virus yang sudah dilemahkan, dimatikan, atau bahkan hanya berupa fragmen kecil yang tidak aktif.
Tujuan pemberian vaksin ini bukan untuk membuat orang sakit, tapi agar sistem kekebalan tubuh belajar mengenali dan melawan jika suatu saat virus atau bakteri asli datang menyerang.
Efek samping ringan seperti nyeri di tempat suntikan atau demam mungkin bisa terjadi, tapi hal ini jauh lebih ringan dari potensi bahaya yang bisa ditimbulkan meningitis.
Imunisasi telah terbukti menurunkan jumlah kasus secara drastis di berbagai negara, dan ketakutan terhadap imunisasi lebih banyak disebabkan oleh informasi yang tidak akurat.
Banyak yang mengira bahwa meningitis gampang dikenali karena punya gejala khas seperti leher kaku atau kejang.
Kenyataannya, gejala awal meningitis bisa sangat samar dan sering dikira sebagai flu biasa.
Orang yang terinfeksi meningitis bisa mengalami demam, sakit kepala, mual, muntah, merasa lemas, atau mengantuk berlebihan.
Karena gejala awal meningitis terlihat sepele dan seperti gejala dari penyakit ringan biasa, banyak yang menunda pergi ke dokter.
Ketika gejala sudah memburuk dan tanda khas seperti leher kaku mulai terlihat, infeksi sebenarnya sudah berkembang ke tahap yang berbahaya.
Mitos seputar meningitis selanjutnya yang sering dipercaya adalah bahwa satu kali imunisasi saja sudah cukup untuk melindungi dari semua jenis meningitis.
Hal ini sebenarnya tidak benar karena meningitis bisa disebabkan oleh berbagai jenis bakteri dan virus.
Untuk meningitis bakteri saja, ada beberapa serogrup atau “kelompok bakteri” yang berbeda, seperti A, B, C, W, dan Y.
Imunisasi yang melindungi terhadap serogrup A, C, W, dan Y berbeda dari imunisasi yang dikhususkan untuk serogrup B.
Belum lagi imunisasi untuk jenis lain seperti Hib (Haemophilus influenzae type b) dan pneumokokus.
Artinya, satu kali imunisasi tidak cukup untuk membuat tubuh sepenuhnya terlindung dari meningitis.
Oleh karena itu, penting untuk mengikuti jadwal imunisasi sesuai anjuran dan memastikan cakupannya lengkap, apalagi kalau termasuk kelompok yang lebih rentan.
Untuk Imuners yang ingin melengkapi perlindungan dari meningitis, bisa datang ke fasilitas kesehatan terpercaya seperti Klinik Imunicare.
Di Klinik Imunicare , Imuners bisa update imun meningitis sekaligus melengkapi jadwal imunisasi yang mungkin terlewat.
Selain itu, Imuners juga bisa melakukan cek kesehatan rutin untuk mendeteksi potensi penyakit sejak dini.
Masih banyak orang yang percaya bahwa meningitis bisa menyebar lewat jabat tangan atau sekadar menyentuh permukaan yang terkontaminasi.
Hal ini tidak sepenuhnya akurat karena meningitis umumnya menular lewat droplet yaitu percikan kecil dari batuk, bersin, atau cairan mulut.
Berbagi gelas, alat makan, sedotan, bahkan lip balm bisa jadi media penyebaran jika digunakan bersama orang yang terinfeksi.
Jadi bukan sentuhan biasa yang bisa menularkan meningitis, tapi kontak dekat yang melibatkan cairan tubuh.
Mitos seputar meningitis ini tidak hanya membingungkan, tapi juga bisa berakibat fatal.
Ketika seseorang percaya bahwa dirinya tidak mungkin terkena karena usia, atau menunggu ruam sebagai tanda pasti, atau menolak imunisasi karena takut sakit, maka resiko terlambat bertindak jadi sangat tinggi.
Meningitis memang penyakit serius, tapi dengan pengetahuan yang cukup, imunisasi yang tepat, dan kewaspadaan yang baik, kita bisa mencegahnya.
Sumber