Artikel

Homepage/artikel

/mengenal-trauma-bencana-luka-yang-diam-diam-menggerogoti-bila-tidak-segera-diobati

Mengenal Trauma Bencana, Luka yang Diam-Diam Menggerogoti Bila Tidak Segera Diobati

Wednesday, 10th December 2025

by Admin

trauma bencana.webp

Imuners pasti aware kalau belakangan ini banyak bencana yang menerjang saudara kita di Indonesia.

Banyak yang kehilangan harta benda, mata pencaharian, bahkan anggota keluarga mereka di kala bencana.

Setelah selamat, para korban bencana masih harus berjuang untuk melanjutkan hidup mereka di tengah keterbatasan, kehilangan, dan trauma yang mereka rasakan.

Proses pemulihan pasca bencana merupakan proses yang penting untuk memastikan para korban bisa melanjutkan hidup mereka kembali seperti sedia kala tanpa dibayang-bayangi kesedihan dan rasa takut yang mendalam.

Trauma Setelah Bencana

Bencana sering kali datang tanpa permisi. Banjir, gempa, kebakaran, longsor, atau badai bisa mengubah hidup seseorang dalam hitungan menit.

Rumah hilang, orang terdekat meninggal, pekerjaan lenyap, dan rasa aman runtuh begitu saja.

Setelah bencana berlalu, banyak orang mengira masalah utama sudah selesai padahal justru di situlah proses terberat baru dimulai yaitu bagaimana menghadapi trauma.

Trauma bencana tidak hanya menyangkut luka fisik, tapi juga menyangkut pikiran, perasaan, dan kesehatan tubuh secara menyeluruh.

Ada satu pola yang sering terulang di banyak tempat bencana yaitu luka yang terlihat sering ditangani lebih cepat, sementara luka yang tidak terlihat sering diabaikan padahal keduanya sama-sama penting.

Trauma Fisik Pasca Bencana

Trauma fisik adalah dampak paling mudah dikenali setelah bencana. Orang bisa mengalami luka akibat tertimpa bangunan, terseret arus, terkena pecahan kaca, atau terbakar.

Ada yang hanya luka ringan, ada juga yang mengalami patah tulang, cedera kepala, bahkan kehilangan anggota tubuh.

Lebih parahnya lagi, trauma fisik tidak selalu berhenti pada fase darurat. Banyak penyintas mengalami nyeri berkepanjangan, keterbatasan gerak, atau infeksi pada luka yang awalnya terlihat sepele.

Minimnya air bersih, alat medis, dan tempat perawatan layak sering membuat luka sulit untuk disembuhkan dengan cepat.

Di pengungsian, resiko cedera baru juga masih tinggi. Lantai licin, penerangan minim, serta kelelahan membuat orang lebih mudah jatuh atau terluka.

Jika tubuh belum pulih dari luka yang didapat ketika bencana, resiko trauma lanjutan menjadi semakin besar.

Trauma fisik juga sering berdampak pada kondisi mental seseorang. Orang yang tiba-tiba tidak bisa berjalan, tidak bisa bekerja, atau kehilangan fungsi tubuh tertentu akan menghadapi stres berat.

Rasa tidak berguna, frustasi, dan putus asa bisa muncul jika tidak ada dukungan yang cukup.

Trauma Mental Setelah Bencana

Berbeda dengan luka fisik, trauma mental sering tidak tampak dari luar padahal dampaknya bisa jauh lebih lama.

Setelah bencana, banyak orang mengalami hal-hal seperti:

  • Sulit tidur atau sering mimpi buruk
  • Pikiran terus kembali ke kejadian
  • Mudah kaget dan tegang
  • Cemas berlebihan terhadap hal kecil
  • Marah tanpa sebab yang jelas
  • Merasa kosong atau mati rasa
  • Menarik diri dari orang lain

Hal-hal ini sebenarnya reaksi yang wajar pasca mengalami bencana karena para korban sedang bekerja keras untuk memahami peristiwa ekstrem yang terjadi pada mereka.

Trauma muncul karena sistem pertahanan diri terus berada dalam mode “siaga”.

Pada sebagian orang, kondisi ini membaik dengan sendirinya dalam beberapa minggu, tapi pada sebagian lainnya kondisi ini bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Inilah yang sering berkembang menjadi gangguan stres pascatrauma atau PTSD.

Anak-anak dan remaja punya cara berbeda dalam mengekspresikan trauma. Ada yang menjadi sangat rewel, mudah menangis, atau kembali ke kebiasaan lama seperti mengompol.

Selain itu ada juga anak-anak yang justru menjadi pendiam, sulit fokus di sekolah, atau menunjukkan perilaku agresif.

Sayangnya, gejala-gejala ini sering dianggap sebagai kenakalan biasa, padahal bisa jadi itu adalah bahasa trauma mereka.

Yang juga perlu diwaspadai adalah cara mengelola rasa stres yang tidak sehat. Sebagian orang mencoba meredam rasa sakit dengan alkohol, obat-obatan, atau perilaku beresiko lainnya.

Hal ini memang memberi rasa lega sementara, tapi dalam jangka panjang justru bisa memperparah masalah.

Penyakit yang Sering Muncul Setelah Bencana

Selain luka dan trauma mental, bencana juga membuka pintu bagi berbagai penyakit untuk menyebar.

Ketika air bersih sulit didapat, sanitasi lingkungan buruk, dan orang tinggal berdesakan di pengungsian, resiko sakit bisa meningkat tajam.

Beberapa penyakit yang sering muncul setelah bencana antara lain:

1. Infeksi saluran pernapasan

Tempat tinggal yang padat, udara lembap, dan daya tahan tubuh yang turun membuat flu, batuk, dan pneumonia mudah menyebar, terutama pada anak-anak dan lansia.

2. Diare dan penyakit pencernaan

Air yang tercemar dan makanan yang tidak higienis menjadi penyebab utama kenapa diare lebih mudah menyebar pasca bencana. Dehidrasi akibat diare bisa berbahaya jika tidak cepat ditangani.

3. Penyakit kulit

Gatal-gatal, jamur, hingga infeksi kulit sering muncul karena tubuh menjadi jarang terkena air bersih dan pakaian yang dikenakan pun tidak kering sempurna.

4. Leptospirosis dan penyakit dari air banjir

Air banjir bisa membawa kuman dari kencing tikus dan limbah. Luka kecil di kaki saja bisa menjadi pintu masuk penyakit serius.

5. Masalah kesehatan mental yang memburuk

Depresi, kecemasan berat, dan PTSD sering muncul bersamaan dengan masalah fisik karena tubuh dan pikiran saling mempengaruhi.

Penyakit-penyakit ini tidak hanya mengganggu kesehatan, tetapi juga menghambat proses pemulihan mental. Orang yang sakit akan lebih mudah merasa putus asa dan lelah secara psikologis.

Mengapa Pemulihan Tidak Bisa Hanya Fokus pada Fisik

Sebagian besar bantuan pasca bencana masih terfokus pada makanan, tenda, dan obat-obatan.

Semua itu memang sangat penting, tapi pemulihan sejatinya membutuhkan pendekatan yang lebih utuh.

Kesehatan fisik membantu menenangkan pikiran, dan sebaliknya kesehatan mental juga membantu tubuh untuk lebih cepat pulih. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan.

Orang yang merasa cemas cenderung sulit tidur, dan orang yang kurang tidur akan lebih mudah jatuh sakit.

Selain itu, orang yang sakit juga akan semakin cemas. Lingkaran ini akan terus berputar jika tidak diputus dengan penanganan yang tepat.

Cara Menghadapi Trauma Setelah Bencana

Ada banyak hal sederhana namun sangat penting yang bisa membantu korban bencana untuk bangkit secara perlahan.

Pertama, penuhi kebutuhan dasar mereka. Pastikan para korban bisa makan secara teratur, minum cukup, dan tidur dengan waktu yang cukup. Tubuh yang lebih stabil akan membantu pikiran lebih tenang.

Kedua, batasi paparan berita tentang bencana bagi para korban. Terlalu sering melihat gambar kehancuran bisa membuat luka batin terus terbuka.

Ketiga, jaga hubungan dengan orang lain karena sejatinya beban pikiran yang diceritakan akan lebih mudah untuk terurai.

Bercerita kepada orang yang dipercaya bisa meringankan beban pikiran. Tidak harus selalu bicara soal trauma, obrolan ringan juga bisa membantu proses pemulihan.

Keempat, lakukan aktivitas yang bisa memberi rasa normal. Berjalan di pagi hari, mendengarkan musik, memasak, menulis, atau sekadar membersihkan diri bisa mengembalikan rasa kendali atas hidup.

Khusus untuk anak-anak, orang dewasa perlu memberi rasa aman terlebih dahulu. Dengarkan cerita mereka tanpa menyela.

Jangan memaksa mereka untuk cepat lupa soal bencana. Rutinitas seperti jam tidur, belajar, dan bermain sangat membantu mereka merasa dunia kembali teratur.

Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional

Tidak semua trauma bisa selesai dengan dukungan keluarga saja. Bantuan profesional perlu dipertimbangkan ketika:

  • Gejala tidak membaik setelah beberapa minggu
  • Tidur, makan, dan aktivitas harian terganggu secara ekstrim
  • Muncul mimpi buruk terus-menerus atau kilas balik yang intens
  • Ada keinginan untuk menyakiti diri sendiri
  • Perubahan perilaku yang ekstrem pada anak

Mencari bantuan bukan tanda lemah, tapi ini adalah tanda bahwa seseorang peduli pada keselamatan dirinya sendiri.

Kesimpulan

Trauma bencana adalah luka yang kompleks. Ia bisa hadir dalam bentuk luka di tubuh, kekacauan di pikiran, dan penyakit di lingkungan.

Pemulihan tidak bisa dipaksakan cepat-cepat karena setiap orang punya waktu pulihnya sendiri. Yang terpenting adalah memastikan bahwa tidak ada yang berjuang sendirian.

Dengan dukungan yang tepat, lingkungan yang aman, serta perhatian pada kesehatan fisik dan mental, korban bencana akan bisa pulih secara perlahan.

Sumber