Monday, 9th June 2025
by Admin
Imuners udah tahu belum soal difteri? Penyakit yang udah jarang banget ditemuin, tapi ternyata masih mengintai sampai saat ini.
Difteri memang sudah sangat jarang ditemui di negeri maju dengan tingkat imunisasi tinggi, tapi difteri masih jadi ancaman di tempat dengan sanitasi buruk dan akses kesehatan yang terbatas.
Seperti apa sih sebenarnya gejala dari difteri? Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan penyakit ini? Yuk, simak penjelasan selengkapnya berikut ini!
Difteri adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri bernama Corynebacterium diphtheriae.
Bakteri ini menghasilkan racun (toksin) yang bisa merusak jaringan tubuh, terutama di saluran pernapasan.
Dalam kasus yang parah, racun ini bisa masuk ke aliran darah dan menyerang organ vital seperti jantung dan sistem saraf.
Penyakit ini termasuk jenis penyakit menular, artinya bisa menyebar dari satu orang ke orang lain, terutama lewat udara.
Hal ini juga yang membuat difteri sangat berbahaya karena bisa menyebar dengan cepat di lingkungan yang padat penduduk, seperti sekolah, kantor, dan tempat umum lainnya.
Penularan difteri terjadi lewat droplet atau percikan ludah saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Difteri juga bisa menular lewat kontak langsung dengan luka terbuka yang terinfeksi difteri kulit, atau lewat barang-barang yang terkontaminasi seperti handuk, gelas, atau mainan.
Orang yang terinfeksi difteri tapi tidak menunjukkan gejala pun (carrier) tetap bisa menularkan penyakit ini.
Jadi meskipun tampaknya sehat-sehat saja, seseorang bisa jadi sumber penularan bagi orang lain ketika terinfeksi difteri.
Gejala difteri biasanya mulai muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terpapar bakteri ini, tapi bisa juga lebih cepat atau lebih lambat tergantung kondisi tubuh masing-masing.
Berikut ini beberapa gejala umum difteri yang menyerang saluran pernapasan:
Lapisan abu-abu ini menjadi ciri khas dari difteri. Lapisan ini bisa menyumbat saluran pernapasan, membuat pasien kesulitan bernapas dan dalam kondisi parah bisa menyebabkan kematian karena kehabisan napas.
Selain menyerang tenggorokan, difteri juga bisa menyerang kulit. Gejala difteri kulit biasanya berupa:
Walau tidak seberbahaya difteri pernapasan, difteri kulit tetap bisa menular dan bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih serius jika tidak ditangani dengan baik.
Difteri bukan hanya sakit tenggorokan dan demam semata, jika tidak ditangani dengan cepat racun dari bakteri bisa masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan serius, seperti:
Miokarditis, yaitu peradangan pada otot jantung. Hal ini bisa menyebabkan detak jantung tidak normal, gagal jantung, atau bahkan kematian mendadak.
Kelumpuhan, karena racun difteri bisa merusak sistem saraf. Penderita bisa mengalami kesulitan berjalan, menelan, atau bahkan bernapas jika otot-otot pernapasan ikut lumpuh.
Kematian – Diperkirakan 5–10% kasus difteri berujung fatal, dan persentase ini bisa lebih tinggi pada anak kecil dan orang dewasa berusia di atas 40 tahun.
Difteri bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang usia, tapi ada kelompok yang memiliki resiko lebih tinggi untuk terinfeksi penyakit ini.
Golongan yang memiliki resiko tertinggi terinfeksi difteri adalah anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap.
Selain itu, orang dewasa yang belum pernah diimunisasi atau tidak menerima booster dalam 10 tahun terakhir juga rentan terhadap penyakit ini.
Mereka yang tinggal di daerah padat penduduk, lingkungan kumuh, atau wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas juga memiliki risiko lebih besar terkena difteri.
Begitu pula dengan orang-orang yang bepergian ke daerah yang masih memiliki angka kasus difteri yang tinggi.
Biasanya dokter akan mencurigai seseorang terkena difteri jika mendeteksi gejala khas seperti sakit tenggorokan dan lapisan abu-abu di tenggorokan.
Untuk memastikannya, dokter akan mengambil sampel dari tenggorokan atau luka kulit dan mengirimkannya ke laboratorium.
Akan tetapi, hasil lab butuh waktu beberapa hari untuk keluar. Pengobatan difteri biasanya langsung diberikan tanpa menunggu hasil tes keluar jika dokter sudah sangat yakin kalau pasien terkena difteri.
Pengobatan difteri harus cepat dan agresif karena racunnya bisa sangat mematikan.
Langkah pengobatan utama meliputi:
Kontak dekat pasien (keluarga, teman sekolah, dll) biasanya juga akan diberi antibiotik atau imunisasi ulang sebagai tindakan pencegahan.
Cara paling efektif untuk mencegah difteri adalah melalui imunisasi. Update imun menjadi langkah wajib untuk memutus mata rantai penyebaran difteri.
Imunisasi difteri umumnya diberikan dalam kombinasi dengan tetanus dan pertusis, yang dikenal sebagai DTaP untuk anak-anak, Tdap untuk remaja dan dewasa, serta Td sebagai booster.
Jadwal imunisasi difteri dimulai sejak bayi, yaitu pada usia 2, 4, dan 6 bulan menggunakan DTaP. Booster pertama diberikan pada usia 18 bulan, lalu dilanjutkan pada usia 4–6 tahun.
Saat memasuki usia remaja, booster Tdap diberikan lagi pada usia 11–12 tahun. Setelah itu, setiap orang disarankan menerima booster Td setiap 10 tahun sekali.
Imunisasi difteri terbukti sangat efektif untuk mencegah seseorang terkena penyakit ini dan juga sangat aman.
Jika sebagian besar orang dalam satu komunitas sudah diimunisasi, penyebaran penyakit bisa ditekan secara signifikan.
Kondisi ini dikenal sebagai herd immunity, yaitu perlindungan tidak langsung yang terbentuk karena sebagian besar populasi sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit.
Imunisasi difteri masuk ke dalam rangkaian imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah jadi aksesnya tergolong mudah untuk didapatkan.
Fasilitas kesehatan seperti puskesma atau rumah sakit daerah biasanya bisa memberikan pelayanan imunisasi difteri.
Selain itu, Imuners juga bisa memilih fasilitas kesehatan yang didukung oleh tenaga kesehatan professional dan vaksin lengkap seperti Klinik Imunicare untuk imunisasi difteri.
Selain imunisasi difteri, Klinik Imunicare juga menyediakan beragam layanan imunisasi lainnya seperti imunisasi flu, meningitis, dan jenis imunisasi lainnya yang tentunya sudah sesuai dengan standar WHO.
Difteri adalah penyakit lama, tapi bukan berarti ancamannya benar-benar sudah hilang. Penyakit ini masih bisa menyerang, bahkan mematikan jika tidak segera ditangani dengan segera.
Kabar baiknya, difteri bisa dicegah dengan imunisasi yang lengkap dan tepat waktu. Maka dari itu, update imun sangat dianjurkan untuk meminimalisir penyebaran difteri.
Jika ada gejala mencurigakan seperti sakit tenggorokan berat dan kesulitan napas, segera periksa ke dokter untuk mendapatkan penanganan sesegera mungkin.
Sumber