Artikel

Homepage/artikel

/belajar-dari-tragedi-puncak-cartenz-kenali-potensi-bahaya-hipotermia-dan-acute-mountain-sickness

Belajar dari Tragedi Puncak Cartenz, Kenali Potensi Bahaya Hipotermia dan Acute Mountain Sickness

Friday, 7th March 2025

by Admin

REQ 7 - TRAGEDI PUNCAK CARTENZ - WEBSITE.webp

Imuners udah denger soal pendaki senior yang meninggal waktu mendaki puncak Cartenz yang menurut tim ahli kemungkinan karena Acute Mountain Sickness dan Hipotermia?

Mendaki gunung menjadi aktivitas outdoor yang digemari oleh sebagian orang karena tantangan dan keindahan yang ditawarkan, tapi proses pendakian juga memiliki resiko tersendiri.

Dua resiko terbesar yang harus ditanggulangi oleh pendaki ketika berada di ketinggian adalah Acute Mountain Sickness (AMS) atau penyakit ketinggian dan hipotermia.

Kedua kondisi ini bisa menimbulkan potensi bahaya untuk pendaki kalau persiapan mereka kurang memadai.

Seperti apa sih sebenarnya Acute Mountain Sickness dan hipotermia? Seberapa bahaya kondisi ini untuk pendaki dan apakah ada cara untuk mencegahnya? Berikut ini pembahasan selengkapnya!

Apa Itu Acute Mountain Sickness (AMS)?

Acute Mountain Sicknes atau AMS adalah kondisi yang dialami seseorang akibat kurangnya oksigen ketika berada di ketinggian.

Saat seseorang mendaki terlalu cepat ke tempat yang lebih tinggi, tubuhnya akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tekanan udara yang lebih rendah dan kadar oksigen yang lebih tipis.

Biasanya, AMS mulai terasa pada ketinggian di atas 2.500 meter di atas permukaan laut.

Gejala AMS

Gejala AMS bisa bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung kondisi tubuh penderita dan kadar oksigen di wilayah tersebut.

Beberapa gejala yang umum terjadi antara lain sakit kepala yang intens, mual yang disertai muntah, serta rasa pusing yang dapat mengganggu keseimbangan.

Selain itu, penderita AMS sering mengalami kehilangan nafsu makan, kelelahan ekstrem, dan kesulitan tidur yang membuat tubuh semakin lemah.

Jika gejala-gejala ini tidak segera ditangani, kondisi AMS dapat memburuk dan mengarah pada komplikasi yang lebih serius.

JAMS bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, yaitu High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) (penumpukan cairan di paru-paru) dan High Altitude Cerebral Edema (HACE) (pembengkakan otak).

Kedua kondisi ini dapat menyebabkan kehilangan kesadaran hingga kematian.

Pencegahan AMS

Menghindari AMS sebenarnya cukup mudah jika pendaki mempersiapkan diri dengan baik.

Berikut ini beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari AMS ketika melakukan pendakian.

1. Aklimatisasi Bertahap

Jangan mendaki terlalu cepat agar tubuh dapat beradaptasi dengan perubahan ketinggian.

Idealnya, kenaikan hanya sekitar 300-500 meter per hari setelah mencapai ketinggian 3.000 meter.

Selain itu, dianjurkan untuk beristirahat di satu ketinggian selama sehari setiap kenaikan 1.000 meter agar tubuh memiliki waktu untuk menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang lebih rendah.

2. Minum Air yang Cukup

Dehidrasi dapat memperburuk gejala AMS karena tubuh yang kekurangan cairan lebih sulit untuk beradaptasi dengan perubahan ketinggian.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan asupan cairan yang cukup dengan minum setidaknya 3-4 liter air per hari selama mendaki.

Hal ini membantu menjaga keseimbangan elektrolit dalam tubuh dan memastikan organ-organ berfungsi dengan baik di ketinggian.

3. Konsumsi Karbohidrat Lebih Banyak

Mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat sangat penting saat mendaki karena membantu tubuh mendapatkan energi dengan cepat.

Karbohidrat juga berperan dalam menjaga kadar gula darah yang stabil, yang dapat membantu mengurangi resiko AMS.

Makanan seperti roti, nasi, atau sereal bisa menjadi pilihan yang baik untuk dikonsumsi sebelum dan selama pendakian.

Cara Mengatasi AMS

Jika gejala AMS mulai terasa, Imuners bisa melakukan langkah-langkah berikut ini:

  • Segera istirahat dan jangan naik lebih tinggi.
  • Minum banyak air dan makan makanan bergizi.
  • Jika gejala semakin buruk, segera turun ke ketinggian yang lebih rendah.
  • Gunakan oksigen tambahan jika tersedia.

Jika seseorang menunjukkan tanda-tanda HAPE atau HACE (kesulitan bernapas saat istirahat, linglung, atau kehilangan keseimbangan), segera bawa turun sejauh mungkin dan cari pertolongan medis.

Apa Itu Hipotermia?

Hipotermia adalah kondisi yang terjadi ketika suhu tubuh turun di bawah 35°C, menyebabkan tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada kemampuannya untuk memproduksi panas.

Hipotermia sering terjadi saat mendaki di daerah bersuhu rendah, terutama jika pendaki basah karena hujan atau keringat.

Gejala Hipotermia

Hipotermia bisa berkembang secara perlahan dan sering kali tidak disadari sampai kondisinya sudah terbilang serius.

Untuk bisa lebih memahami lagi kondisi hipotermia, berikut ini beberapa gejala hipotermia berdasarkan tingkat keparahannya.

1. Hipotermia Ringan:

Gejala hipotermia ringan sering kali dimulai dengan menggigil terus-menerus sebagai respons tubuh untuk menghasilkan panas. Selain itu, kulit penderita menjadi pucat dan terasa dingin saat disentuh.

Seiring dengan perkembangan kondisi, penderita bisa mulai mengalami kesulitan berbicara dengan jelas, yang ditandai dengan bicara cadel atau tidak teratur.

Dalam kondisi ini, jari tangan juga mulai kehilangan fleksibilitas, membuat gerakan menjadi sulit dan kaku.

2. Hipotermia Sedang:

Ketika kondisi hipotermia beranjak dari ringan ke sedang tubuh akan berhenti menggigil.

Berhentinya menggigil merupakan tanda bahaya karena tubuh sudah mulai kehilangan kemampuan untuk menghasilkan panas.

Pada tahap ini, napas dan denyut jantung mulai melambat, yang menunjukkan bahwa sistem tubuh mengalami penurunan fungsi secara signifikan.

Selain itu, penderita bisa mengalami kebingungan dan kesulitan berjalan akibat gangguan koordinasi yang semakin memburuk.

3. Hipotermia Parah:

Pada tahap hipotermia parah, seseorang dapat mengalami hilang kesadaran akibat suhu tubuh yang sangat rendah.

Detak jantung menjadi sangat lemah atau bahkan sulit terdeteksi, sementara pernapasan juga melambat secara drastis.

Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa berujung pada kematian karena organ vital tubuh berhenti berfungsi.

Pencegahan Hipotermia

Hipotermia sebenarnya bisa dicegah jika persiapan dilakukan dengan baik dan dari jauh-jauh hari sebelum mendaki.

Berikut ini beberapa langkah yang dapat diikuti untuk mencegah hipotermia ketika mendaki.

1. Gunakan Teknik Layering

Teknik layering sangat penting untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil saat mendaki di lingkungan bersuhu rendah.

Lapisan pertama sebaiknya menggunakan pakaian berbahan sintetis atau wol yang mampu menyerap keringat dan menjaga tubuh tetap kering.

Lapisan kedua berupa jaket insulasi seperti fleece atau down jacket yang berfungsi untuk mempertahankan panas tubuh.

Sementara itu, lapisan luar harus berupa jaket tahan air dan angin guna melindungi dari hujan, salju, atau angin kencang yang dapat mempercepat hilangnya panas tubuh.

2. Hindari Pakaian Basah

Jika pakaian sudah basah, segera ganti dengan pakaian yang kering untuk menghindari kehilangan panas tubuh yang lebih cepat.

Selain itu, saat hujan turun, gunakan jas hujan agar pakaian tetap kering dan tubuh tetap hangat selama perjalanan mendaki.

3. Gunakan Sarung Tangan, Topi, dan Kaus Kaki Tebal

Bagian tubuh yang paling rentan kehilangan panas adalah kepala dan tangan, karena keduanya memiliki banyak pembuluh darah yang dekat dengan permukaan kulit.

Oleh karena itu, menggunakan topi yang hangat dan sarung tangan tebal dapat membantu mempertahankan suhu tubuh serta mencegah kehilangan panas yang berlebihan saat berada di lingkungan bersuhu rendah.

4. Jaga Asupan Kalori dan Cairan

Mengonsumsi makanan tinggi energi seperti cokelat dan kacang-kacangan dapat membantu tubuh mempertahankan suhu dan menyediakan kalori yang cukup untuk menghasilkan panas.

Selain itu, minum air atau teh hangat sangat dianjurkan untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil dan mencegah dehidrasi yang dapat memperburuk kondisi hipotermia.

5. Bawa Peralatan Darurat

Menggunakan sleeping bag, emergency blanket, dan hand warmer dapat membantu mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi darurat.

Sleeping bag memberikan isolasi yang cukup untuk menjaga panas tubuh, sementara emergency blanket berguna untuk memantulkan panas kembali ke tubuh.

Hand warmer juga dapat digunakan untuk menghangatkan tangan dan kaki, yang rentan terhadap hipotermia.

Cara Mengatasi Hipotermia

Meskipun sudah melakukan berbagai macam persiapan dan upaya pencegahan, kemungkinan seseorang mengalami hipotermia tetap ada.

Jika seseorang mengalami hipotermia, lakukan langkah berikut untuk menjaga kondisi tubuhnya supaya tidak memburuk.

  • Pindahkan ke tempat yang lebih hangat.
  • Ganti pakaian basah dengan pakaian kering.
  • Gunakan sleeping bag dan selimut darurat untuk mempertahankan suhu tubuh.
  • Minum minuman hangat (bukan alkohol atau kafein).
  • Gunakan teknik berbagi panas tubuh, seperti berpelukan dengan orang lain dalam sleeping bag.
  • Hindari pemanasan mendadak, seperti menempatkan korban langsung di dekat api, karena dapat menyebabkan aritmia jantung.

Jika penderita hipotermia tidak sadarkan diri dan tidak bernapas, segera lakukan CPR (resusitasi jantung-paru) dan cari pertolongan medis secepatnya.

Kesimpulan

Mendaki gunung memang menawarkan pengalaman luar biasa, tetapi juga memiliki resiko kesehatan yang harus diperhatikan.

Pencegahan adalah kunci utama, selalu persiapkan diri dengan baik, aklimatisasi secara bertahap, gunakan pakaian yang sesuai, serta perhatikan kondisi tubuh selama perjalanan.

Dengan memahami gejala dan cara menangani AMS dan hipotermia, pendaki dapat menikmati perjalanan dengan lebih aman dan nyaman.

Jadi, sebelum mendaki, pastikan sudah melakukan persiapan matang agar bisa menikmati keindahan alam tanpa harus menghadapi resiko kesehatan yang berbahaya.

Sumber